Sakitnya Lebih Sakit dari Patah Hati

Aku sibuk menata mimik wajahku agar terlihat normal. Agar nampak seperti tak ada apa-apa atau tak sedang terjadi apa-apa. Tak ada yang salah dengan mereka, orang-orang yang berada di sekelilingku. Pun tak ada yang salah denganmu. Semua baik-baik saja. Hanya saja aku merasa tak bisa menerima ke-normal-an keadaan hari ini. Masih renyah tawa terdengar, tapi aku hanya memilih tersenyum. Candamu tak bisa memancingku untuk mengikuti kelakar tawamu yang lebar.

Ini bukan tentang hati. Jangan pernah merasa marah, apalagi tersinggung dengan sikapku. Kau tahu, aku ingin sekali menikmati hari ini bersama canda dan tawamu. Ach....tapi jangan kau ganggu aku dengan keusilanmu. Jangan pula kau singgung aku dengan kejailanmu. Sebab hari ini aku lebih mudah terpancing untuk marah daripada tersenyum dan tertawa. Berulangkali kuambil nafas panjang. Acap kali pula aku ingin memaki. Tapi aku lebih memilih untuk diam dan tak berkata-kata.

Aaaaaargh.... konsentrasiku mulai buyar. Rasa ini tak sepele, terasa kian menyiksa. Aku mulai emosi. "Jangan mendekat!!" Daripada kau harus menerima makianku. Sebab rasanya aku sedang ingin mencekik seseorang.

Aku mulai benar-benar tak bisa konsentrasi. Rasa sakitnya mulai menjalar ke seluruh tubuh. Aku mulai merasa panas dingin. Kepala rasanya mau pecah. Keadaan seperti semakin kacau. "Tetap menjauh!!" Daripada kau harus menerima bogemanku. Sebab rasanya aku mulai benar-benar ingin memuntabkan amarah.

Lubang ini kian menyakiti. Melemahkan syaraf di tubuhku. Cenuuuut...cenuuuut....!! Hey..ini bukan soal hati. Jangan tersinggung dan merasa tak enak hati. Ini hanya soal gigi. Ya, aku hanya sedang sakit gigi. Tapi rasa sakitnya seperti menjalar sampai ke hati. Seakan lebih sakit dari patah hati. Tenang, aku tidak akan sampai melakukan bunuh diri. Aku lebih memilih untuk diam dan tak berkata-kata.  Aku hanya bisa cengar-cengir nyinyir. Sebab aku tahu, di sana masih banyak yang merasa lebih sakit. Tergolek lemah dengan jarum infus di lengan tangannya. Hingga tak lagi sempat memikirkan darimana biaya untuk membayar pengobatan rumah sakit. Belum lagi masih memikirkan hutang yang masih membelit.

Ach...hanya sakit gigi seolah dunia sedang kiamat dan merontokkan rasa sabar dan syukur. Tapi Tuhan, mohon Kau kirim peri cantik untuk membawa gigiku yang sakit. Amin.