Sang Musafir sedang mencuri-curi kesempatan. Bukan, lebih tepatnya musafir itu menjumputnya sedikit dari hamparan waktu yang luas, bak segenggam saja di tengah-tengah lautan pasir yang sepertinya tak berbatas.
Fatamorgana nampak nyata di setiap mata sang musafir memandang. Hingga tak sadar, pasir hidup justru menenggelamkannya hingga tersisa separuh leher dan hampir tenggelam, lalu benar-benar tenggelam. Hampir mati!
Sang Musafir menghirup nafas. Tersengal-sengal. Kau tahu?! Tak hanya udara yang terhirup. Tapi musafir itu tetap berusaha untuk mengambil udara sebanyak-banyaknya. Semakin banyak ia menghirup nafas, semakin banyak pasir yang ia hisap hingga memenuhi setiap rongga pernafasannya.
Tak ada celah bagi udara untuk menembus rongga hidung, apalagi sampai ke paru-paru. Sesak, sepertinya tak ada lagi udara yang bisa ia hirup. Hampir mati. Atau justru ia sedang mati.
Ada Oase di sekitar sini, yang menyisakan kesejukan entah seberapa banyak. Keyakinan itu yang membuat nafas musafir itu tetap ada, tersengal tapi harus tetap bernafas. Meski hampir mati, meski hanya tersisa sedikit udara, dan sang musafir hanya mampu mengigau saja.
Ada Oase di sekitar sini. Sang musafir akan tetap hidup, dengan nafasnya yang tersengal. Menemukan Oase.
Atau aku justru sedang mengigau?
4 Jejak Yang Tertinggal:
hehehe, bingung mau komen gimana yah?
yang penting sudah meluangkan waktu untuk singgah di Ruang Jeda. Terimakasih untuk itu.......
3 bulan baru nulis lagi ya, mas yans? mmm...makna dari tulisan itu apa ya...
3 bulan baru nulis lagi ya, mas yans? mmm...makna dari tulisan itu apa ya...
Posting Komentar
Akhirnya tiba di Ruang Rehat
Ruang bersama untuk saling memberi nafas, dan setiap kata adalah nafas Ruang Jeda