Gelisah yang menghujani

Rerintik hujan menetes pelan, berayun di ujung dedaunan kemudian terjatuh. Menghambur bersama tetes bening air mata yang keluar dari bola matamu.
Bersama, meresap ke dalam tanah yang basah. Berharap duka kan segera terhapus, terbawa arus sungai yang mengalir dan membawanya pada tepi muara.

Aku sedang gelisah sendirian. Sebab telah kuusik samudera yang tenang.
Riak-riak kecilnya yang menari mengikuti gelombang, telah kubuat menjadi ombak besar yang bergulung-gulung, menghempas menara impian yang telah kau bangun di atas butir-butir pasir.
Binar matamu seolah memberi tahu, sinar rembulan dan terik matahari telah menyaksikannya.

Ingin kurengkuh dan merangkulmu ketika itu. Kemudian meletakkan kepalamu dipundakku, lalu mendekapnya erat di dada, agar kau mendengar detak jantungku yang kini sarat dengan sesal.

Hujan yang turun pagi itu.
Ia turun mengalun, menghujaniku tanpa dendam, mengaliriku tanpa benci.
Bersama tiap tetes kesejukan yang kau rindukan, dengan segenap rinai yang selalu kau kagumi, telah mengirimkan hasrat maaf yang tependam dan tak terucap.
Maafkan segalanya karenaku..............