Idul Fitri sebagai Perjuangan Menuju Fitrah

Ramadlan pun berlalu, meninggalkan ruang jeda kita. Kehadirannya telah memberikan banyak hikmah dan pelajaran dalam setiap perjalanan spiritualitas yang sarat makna. Akhirnya, tibalah kita menyambut Syawal sebagai hari fitri di mana kita kembali ke fitrah yang suci, bersih dari dosa dan kesalahan setelah mengurung segala bentuk nafsu dan syahwat yang memperbudak nilai kemanusiaan kita.

Idul Fitri berarti kembali dalam kondisi fitrah. Kondisi Fitrah adalah keadaan manusia di mana dirinya sepenuh hati berada dalam kesadaran bahwa Tuhan selalu hadir dalam dirinya, dan bahwa kemana pun engkau menghadapkan wajah, di situ ada wajah Tuhan (Rahman, 1994). Idul fitri adalah titik point kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya yang “suci” sebagaimana ia baru saja dilahirkan dari rahim ibu. Kelahiran kembali seorang hamba yang selama sebulan melewati ramadhan dengan puasa, qiyamullail, dan segala ragam ibadahnya harus mampu menjadikan pribadi kita tanpa benci, iri, dengki, serta bersih dari segala dosa dan kesalahan.

Ramadhan memberi kita kesempatan untuk lebih memaknai hidup sebagai manusia yang sarat akan kelemahan dan mencari keteguhan iman yang sesungguhnya. Kita berharap agar Ramadlan tidak kita jadikan fenomena kesholehan musiman, tetapi kita pertahankan untuk menghantarkan diri kita dalam kefitrian dengan nilai ketaqwaan sampai akhir hayat kita kembali dalam keadaan khusnul khaatimah. Pada akhirnya, layak jika di hari fitri ini kita merenungkan dan menemukan kembali hakikat kedirian kita. Sebuah pencarian atas diri sebagai hamba sekaligus khalifah fil ardl yang illa liya’buduun sebagai amanah yang terus diperjuangkan.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1430 H.
“Maaf Lahir dan Batin”

*gambar dar sini