Rabu, 08 September 2010

Ujung Bulan

Sepertinya baru kemarin. Aku bisa merasa embun menetes di pucuk-pucuk rumput dan dedaunan.
Sejuk, menebar keharuman tanah basah dan wangi bunga-bunga. Kakiku yang telanjang begitu menikmatinya. Benar, kedua telapak kaki dan kesepuluh jarinya benar-benar menikmati, tak mau beranjak pergi.

Barangkali sudah cukup lama, kaki ini berjalan melewati padang tandus dan gersang
Rerumputan hijau hanya ada di ingatan, melambai-lambai di kepala, mengendap sebab lama kutinggalkan. Hampir-hampir tak pernah lagi singgah di sana. Tapi masih ada di ingatan.
Terik, dan aku sangat kehausan. Tapi di mana dapat kutemukan air yang memancar dan membasahi kerongkonganku yang mengering? Aku yang sombong enggan untuk mencari.
Tak jelas ke mana arah. Fatamorgana. Imajiku tergoda.

Lalu hari mulai menjadi gelap.
Tak nampak samar cahaya. Kerlipan bintang yang bertaburan tak mampu kususun menjadi rasi yang menutun jalan. Apa yang musti kujadikan pegangan?
Kakiku terus mengayun melangkah. Sementara pikiran dan hati terus saja berdebat,mempersoal keyakinan. Mempertanyakan kebenaran. Tak ada yang melerai. Tak ada yang menengahi.
Terus saja ia berdebat, bahkan sudah mulai berisik seperti dua kucing jantan yang bertengkar saja.
Dan mulut sepertinya memang lebih mudah berkata-kata, termasuk mengumpat dan mencaci. Tetap saja tak menemukan titik terang, hanya bisa membual dan omong besar saja.

Apa aku tersesat? Jika iya, lantas di mana aku sekarang?

Kaki tetap berayun melangkah, hingga tiba di ujung bulan. Cahayanya terang, bersama bening air yang kubasuhkan di waktu malam, terasa menembus kulit. Membasuh hati yang beku dan melunturkan kepekatannya. Menjadi pengantar do'a dan zikir-dzikir sunyi menembus langit. Meredam perdebatan-perdebatan konyol yang pernah ada, antara hati dan pikir, kemudian melebur. Menjadi biduk yang mengantarku berlayar, mengarungi sunyi yang hening.

Sepertinya baru kemarin. Rasa lapar belum genap mengajarkanku tentang keralaan. Bahkan belum habis rinduku yang gamang. Bulan sudah tiba di ujung, akan segera habis. Rintik hujan turun beriringan, seolah pertanda langit sedang bersedih dan menangis. Seperti air mata para kekasih yang sedang merindu.
Tiba-tiba aku mulai merasakan sepi........

9 Jejak Yang Tertinggal:

Unknown mengatakan...

prosa yg manis. di ujung bulan...suka dg kata itu

ivan kavalera mengatakan...

Hei, lihat hujan turun lagi,mas.

non inge mengatakan...

aku suka prosanya ^^

TRIMATRA mengatakan...

hmmm,,, pantas dimalam terkhir kali ini gerimis hujan mengguyur sepanjang malam. ternyata alam pun bersedih ditinggal sang kekasih...

ellysuryani mengatakan...

Semoga di ujung bulan penuh barokah, Ramadhan, ini asa indah selalu ada. Selamat menyongsong Idul Fitri 1431 H. Maaf lahir dan bathin.

yansDalamJeda mengatakan...

Tak terasa memang, Ramadhan sudah habis. Semoga kita benar-benar menjadi pemenang. Kembali pada fitrah..........
Terimakasih telah singgah.

dwi edelweis mengatakan...

nice...!!!!! top markotop...

lilliperry mengatakan...

Tak terasa memang bulan kemenangan itu telah pergi, tinggal bagaimana kita memaknai apa yang kita dapat. Semoga yang baik bertambah.

Like this :)

Maaf lahir batin ya mas :D

Anonim mengatakan...

ENDOLITA endolita

Posting Komentar

Akhirnya tiba di Ruang Rehat
Ruang bersama untuk saling memberi nafas, dan setiap kata adalah nafas Ruang Jeda